Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dimensi hakikat manusia potensi, keunikan, dan dinamikanya


Dimensi hakikat manusia potensi, keunikan, dan dinamikanya

Dalam sifat Hakiki manusia terdapat dimensi-dimensi yang akan dibahas. Dimensi tersebut adalah :


2.3.1 Dimensi keindividualan.

Setiap anak yang dilahirkan kedunia dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain atau menjadi dirinya sendiri jadi tidak ada di muka bumi ini individu yang identik. Bahkan meskipun anak kembar yang memiliki wajah yang sulit di bedakan, sesungguhnya mereka itu dapat dibedakan mungkin dari bentuk muka ataupun bentuk matanya. Karena adanya individualitas setiap orang memiliki perasaan cita-cita semangat dan daya tahan yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari.
Kesediaan untuk menanggung tanggung jawab sendiri merupakan salah satu ciri yang sangat mendasar dari adanya sifat individualitas pada diri manusia.

Seorang individu memiliki dorongan untuk menjadi mandiri. Untuk itu perlu dikembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan. Fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk kepribadiannya, atau menemukan jati dirinya sendiri. Tugas pendidik hanya menunjukkan jalan dan mendorong peserta didik bagaimana memperoleh sesuatu dalam mengembangkan diri.


2.3.2 Dimensi kesosialan.

Setiap orang di muka bumi ini dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap manusia dapat saling berkomunikasi yang didalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima. Menurut Lavengeld, adanya kesediaan untuk saling memberi dan menerima dipandang sebagai kunci dari

suksesnya pergaulan. Unsur saling memberi dan menerima sudah dimulai sejak waktu bayi di mana seorang bayi mendapat rasa kasih sayang dari seorang ibu kemudian sang bayi memberi senyuman sebagai ungkapan rasa senang atau terhibur. Adanya dimensi kesosialan pada manusia mendorong manusia untuk bergaul, dengan adanya dorongan ini setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya sehingga timbulah interaksi diantara mereka berdua.

Dengan interaksi tersebut seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengembangkan kegemarannya, mengembangkan cita-citanya, serta menolak sifat-sifat yang dianggap tidak cocok baginya. Manusia tidak dapat hidup tanpa manusia yang lainnya, hal ini sesuai dengan kata bahwa manusia itu adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.

2.3.3 Dimensi kesusilaan.

Susila berarti kepantasan yang lebih tinggi. Di dalam kehidupan bermasyarakat tidak cukup hanya berbuat yang pantas tetapi di dalam perbuatan tersebut terdapat kejahatan yang terselubung. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua istilah yang mempunyai arti berbeda yaitu etiket dan etika. Etiket adalah persoalan yang menuju pada kepantasan dan kesopanan dalam berbuat, sedangkan etika adalah persoalan yang mengacu pada kebaikan.

Drijarkara mengartikan manusia Susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan (Drijarkara:36-39). Berdasarkan asalnya nilai-nilai tersebut dibedakan atas 3 macam yaitu: nilai otonomi yang bersifat individual (kebaikan menurut pendapat seseorang), nilai heteronom yang bersifat kolektif ( kebaikan menurut kelompok), dan nilai keagamaan yaitu nilai yang berasal dari Tuhan.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang memahami nilai ataupun mengetahui banyak hal tetapi kurang atau tidak Susila. Hal tersebut sangat wajar terjadi karena memahami adalah kemampuan penalaran, sedangkan bersedia melaksanakan adalah sikap yang masing-masing diantara keduanya memiliki kondisi yang berbeda.

2.3.4 Dimensi keberagamaan.

Beragama merupakan kebutuhan manusia yang utama, karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat untuk membantu dalam hidupnya. Pesan-pesan agama harus disampaikan dari hati ke hati, dan terpancar dari ketulusan serta kesungguhan hati orang tua. Dalam hal ini orang
tua adalah sebagai pendidik yang paling cocok karena ada hubungan darah
dengan anak. Selain dari orang tua pendidikan agama juga dapat dilakukan di sekolah. Upaya pemerintah dalam menerapkan pendidikan agama di sekolah yaitu dengan memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum di sekolah mulai dari SD sampai dengan pendidikan lanjut. 

2.4 Pengembangan dimensi hakikat manusia.

Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam bentuk potensi dan belum teraktualisasi ke dalam kenyataan. Dalam proses dari potensi untuk menjadi wujud aktualisasi terdapat proses pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan potensi yang dimiliki oleh manusia akan tumbuh dan berkembang secara optimal.

Oleh karena itu harus diyakini dasar pemikiran filosofis yang dikemukakan oleh Langeveld yaitu :
a. Manusia adalah animal educable, yaitu sebagai makhluk yang dapat dididik.
b. Manusia adalah animal educandum, yaitu manusia pada hakekatnya harus dididik.
c. Manusia adalah homo educandum, yaitu di samping harus dididik dan dapat dididik manusia harus dapat mendidik diri sendiri.

Dalam pendidikan yang dilakukan pada dasarnya baik tetapi dalam pelaksanaannya bisa saja terjadi kesalahan kesalahan yang disebut salah. Berkaitan dengan hal itu ada dua kemungkinan yang bisa saja terjadi, yaitu :

2.4.1 Pengembangan yang utuh.

Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup mengantarkan peserta didiknya menjadi seperti dirinya sendiri selaku anggota masyarakat. Jadi kualitas dari hasil pendidikan harus dikembalikan kepada peserta didik itu sendiri sebagai subjek sasaran pendidikan. Pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu ;

2.4.1.1 Dari wujud dimensinya. 

Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan dapat dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapatkan layanan dengan baik. Dalam hal ini dimensi keberagamaan menjadi tumpuan dari dimensi-dimensi yang lain. Untuk pengembangan aspek jasmaniah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapatkan pelayanan yang seimbang. Di sini aspek rohaniah sangat penting tetapi aspek fisik juga tidak kalah pentingnya nya, karena jika terdapat gangguan fisik maka akan berdampak pada kesempurnaan perkembangan rohaniah.

2.4.1.2 Dari arah pengembangan.

Dalam dimensi hakikat manusia ke empat dimensi yang ada tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Jika kita cermati satu per satu maka sebagai berikut : pengembangan yang sehat terhadap dimensi keindividualan adalah yang berarah konsentris yang bermakna memperbaiki diri atau meningkatkan martabat agar menjadi pribadi yang selaras dengan pribadi lain tanpa mengganggu otonomi masing-masing.

Pengembangan yang sehat terhadap dimensi kesosialan atau bisa disebut pengembangan sosial di antara sesama manusia dan antara manusia dengan lingkungan fisik. Artinya, memelihara kelestarian lingkungan di samping menggunakannya. Pengembangan yang sehat terhadap dimensi kesusilaan akan menopang pengembangan dan pertemuan dimensi keindividualan dan dimensi kesosialan. pengembangan yang sehat terhadap dimensi keberagamaan akan memberikan landasan dan arah pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, dan kesusilaan.

2.4.2 Pengembangan yang tidak utuh.

Pengembangan yang tidak utuh disebabkan karena adanya unsur dimensi yang terabaikan untuk ditangani. Pengembangan yang tidak utuh akan berakibat kepada terbentuknya kepribadian yang tidak lengkap atau tidak mantap. Pengembangan ini merupakan pengembangan yang tidak normal.


2.5 Sosok manusia Indonesia seutuhnya. 

Pendidikan manusia seutuhnya adalah tujuan dasar yang hendak dicapai dalam pendidikan secara umum. Utuh berarti lengkap, yang meliputi semua yang ada dalam diri manusia. untuk dapat menghasilkan manusia yang utuh diperlukan suri tauladan atau contoh yang baik bersama antar keluarga, masyarakat, dan guru di sekolah sebagai Wakil pemerintah.

Sosok manusia Indonesia seutuhnya telah dirumuskan dalam GBHN mengenai arah pembangunan jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan didalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, seperti sandang, pangan, perumahan, kesehatan, ataupun kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, atau rasa keadilan,. Melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan anara keduanya sekaligus batiniah.

Selanjutnya juga diartikan bahwa pembangunan itu merata di seluruh tanah air, bukan hanya untuk golongan atau sebagian dari masyarakat. Bisa diartikan juga dengan hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, keselarasan hubungan antara bangsa-bangsa dan juga keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dengan kebahagiaan di akhirat.


DAFTAR PUSTAKA

Roesminingsih, dan Lamijan Hadi Susarno. 2019. Teori dan Praktek Pendidikan. Surabaya :
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya
https://www.google.com/amp/s/oktaseiji.wordpress.com/2011/04/24/sifat-dan-hakikat-
manusia/amp/diakses pada 9 desember 2019, pukul 14.05
https://www.academia.edu/35414260/._Hakikat_Manusia_dan_Pengembangannya_PP_doc
diakses pada 10 Desember 2019, pukul 19.20


Penulis : Irma Savitri