Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Efek Negatif Gaji

“IRONI GAJI ABDI NEGARA”


Sudah 74 tahun lamanya sejak tahun 1945 Indonesia dinyatakan merdeka, akan tetapi sampai sekarang pendidikan di Indonesia tidak pernah terlepas dari adanya permasalahan. Permasalahan pendidikan masih menjadi topik yang sering dibicarakan. Salah satu dari sekian banyak masalah pendidikan yang sampai saat ini belum terselesaikan adalah masalah kesejahteraan guru. 

Efek Negatif Gaji


Kesejahteraan guru merupakan aspek yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Karena seorang guru memerlukan adanya kesejahteraan agar mereka dapat meningkatkan kualitas dan kinerjanya sebagai pendidik. Rendahnya kesejahteraan guru dapat berakibat pada menurunnya tingkat kualitas pendidikan di Indonesia.

Baru-baru ini Presiden Joko Widodo mengumumkan pembentukan staf khusus presiden. Dari 13 nama yang diumumkan, 7 diantaranya adalah kaum millennial yang memiliki jabatan sebagai CEO, founder, dan memiliki prestasi dari berbagai penjuru negeri. 

Ketujuh nama tersebut diantaranya adalah Adamas Belva Syah Devara (Founder dan CEO Ruangguru), Putri Tanjung (Founder dan CEO Creativepreneur), Andi Taufan Garuda Putra (Founder dan CEO Amartha), Ayu Kartika Dewi (pendiri Gerakan Sabang Merauke), Gracia Billy Mambrasar (pendiri Yayasan Kitong Bisa, Duta Pembangunan Berkelanjutan Indonesia), Angkie Yudistia (pendiri Thisable Enterprise), dan Aminuddin Maruf (mantan ketua Pergerakan Mahasiswa Indonesia). Adanya staf khusus yang terdiri dari para millennial ini diharapkan memunculkan adanya gebrakan inovasi baru bagi Indonesia.

Sebenarnya, jika hanya melihat pengumuman tersebut tidak ada yang dirasa janggal. Akan tetapi, yang sedang hangat dibincangkan di masyarakat adalah tentang gaji yang mereka terima. Sesuai peraturan presiden (Perpres) No. 144 Tahun 2015, gaji seorang staf khusus presiden bisa mencapai 51 juta tiap bulannya. Presiden Joko Widodo juga menambahkan, bahwasannya karena staf khususnya adalah para millennial yang memiliki banyak kesibukan, maka mereka diperbolehkan untuk tidak datang ke kantor setiap hari.

Hal ini justru sangat berkebalikan dengan maraknya berita yang mengatakan bahwa banyak guru honorer yang tidak mendapatkan gaji yang layak. Seorang guru honorer dari Ende, Nusa Tenggara Timur mengatakan bahwa ia sudah 11 bulan tidak digaji, dan masih banyak lagi peristiwa yang sama terus berulang setiap tahunnya.

Sungguh keadaan ini sangat ironis. Di satu sisi saat seorang abdi negara digaji puluhan juta rupiah, bahkan saat ia tidak perlu datang ke kantor setiap hari. Sedangkan seorang abdi negara lain yang harus bekerja setiap hari, dan masih mengurusi berbagai hal lainnya hanya digaji beberapa ratus rupiah, bahkan ada yang belum digaji hampir satu tahun lamanya.

Adanya perbedaan pemberian penghargaan kepada sesama abdi negara ini merupakan salah satu bentuk kurangnya perhatian dari pemerintah atas nasib para guru di Indonesia. Apabila kita telisik lebih dalam, peranan guru sangat penting tidak hanya dalam dunia pendidikan, tetapi juga merupakan suatu hal yang mutlak demi gemilangnya peradaban suatu bangsa. Maka, sudah selayaknya nasib guru jauh lebih diperhatikan dibandingkan yang lain.

Apabila kesejahteraannya saja tidak diperhatikan, bagaimana seorang guru bisa mengajar dengan baik sedangkan hatinya menjerit karena gajinya saja tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Saat ini, negeri ini benar-benar membutuhkan solusi yang tuntas atas segala permasalahan kesejahteraan guru dan permasalahan pendidikan lainnya. Pemerintah haruslah memberikan penghargaan sesuai dengan jerih payah yang telah dilakukan oleh setiap abdi negaranya, sehingga tidak akan terjadi lagi ketimpangan dalam pemberian gaji ataupun hal lainnya pada sesama abdi negara.


Penulis : Inanda Aulia Rizqillah