Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME)

Sejarah Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME)

Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) dikembangkan pertama di Institude Freudenthal oleh Prof. Hans Freudental di Belanda pada tahun 1971. Di sana, pendidikan matematika realistik dikenal dengan nama Realistics Mathematics Education (RME), yang menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika itu harus diajarkan. Maksudnya, materi matematika yang disajikan kepada siswa itu bukan sebagai barang jadi yang siap disuapkan kepada siswa, melainkan bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi (menyusun) konsep matematika.

Di Indonesia, Realistics Mathematics Education (RME) pertama kali diperkenalkan Jan de Lange dalam RWS Mathematics Education di ITB, April-Mei 1998.  Oleh pengambil kebijakan di Indonesia, mengadopsi pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) ini diberi nama PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia).

Penerapan Realistics Mathematics Education (RME) di Belanda menunjukkan hasil yang memuaskan sehingga telah diadopsi dan diadaptasi oleh berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Afrika Selatan, Malaysia, Inggris, Brasil, dsb. (de Lange).

Istilah “realistic” diambil dari klasifikasi yang dikemukakan oleh Traffers, yang membedakan empat pendekatan dalam pendidikan matematika, yakni (a) mekanik (mechanistic), (b) struksturalistik (structuralistic), (c) empiristik (empiristic), dan (d) realistis (realistic).

Selanjutnya, Freudenthal mengemukakan bahwa matematika merupakan aktivitas seseorang yang harus dikaitkan dengan realitas, sehingga ciri utama Realistics Mathematics Education (RME) adalah siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali matematika melalui bimbingan guru, hal ini dikenalkan Freudenthal sebagai “guided reinvention”.

Realistics Mathematics Education (RME) memiliki salah satu kunci penting yaitu “realistik” yang seringkali disalahartikan sebagai “real-world” yaitu dunia nyata. Seringkali sebagian besar orang menganggap bahwa Realistics Mathematics Education (RME) harus selalu menggunakan masalah sehari-hari. Sebenarnya penggunaan kata “realistik” berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren” yang berarti untuk “dibayangkan” atau “to imagine”.

Menurut Van den Heuvel-Panhuizen, penggunaan kata “realistik” tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata (real-world), tetapi mengacu pada fokus pendidikan matematika yang realistik dalam penggunaan suatu situasi yang ada di pikiran dan bisa dibayangkan oleh siswa.

Misalnya suatu cerita rekayasa atau permainan bisa digunakan sebagai masalah realistik. Dengan demikian, sudah jelas bahwa masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa.

Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) dengan menyajikan dunia nyata (real-world) merupakan titik awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika. Proses pengembangan ide dan konsep matematika yang dimulai dari dunia nyata oleh de Lange disebut “matematisasi konseptual”.

Secara sederhana, matematisasi diartikan sebagai suatu proses untuk mematematikakan suatu fenomena, maksudnya memodelkan suatu fenomena secara matematis atau membangun suatu konsep matematika dari suatu fenomena.

Defini Realistics Mathematics Education (RME)

Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME)  merupakan salah satu proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa, bahwa matematika itu harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks (dunia nyata) kehidupan sehari-hari siswa. Dalam pembelajarannya, siswa bukan sekedar hanya penerima yang pasif terhadap materi matematika yang siap saji, tetapi siswa perlu diberi kesempatan untuk reinvent (menemukan) matematika melaui praktik yang mereka alami sendiri.

Suatu prinsip utama Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) adalah siswa harus berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar. Siswa harus diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri. Konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak, perlu ditransformasikan menjadi hal-hal yang real bagi siswa. Inilah yang menjadi alasan mengapa disebut pembelajaran matematika realistik.

Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) bukan berarti harus selalu menggunakan masalah yang ada dalam kehidupan nyata, yang terpenting adalah masalah matematika yang bersifat abstrak dapat dibuat menjadi nyata dalam pikiran siswa dengan menekankan pada konstruksi (penyusunan) dari konteks benda-benda konkret sebagai titik awal bagi siswa guna memperoleh konsep matematika.

Karakteristik Realistics Mathematics Education (RME)

Lima karakteristik Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) , yaitu:

Menggunakan konteks (dunia nyata)

Pembelajaran diawali dengan menggunakan konteks (dunia nyata), yaitu masalah konteks yang diangkat harus merupakan masalah yang “dikenal” siswa. Melalui ini, siswa dilibatkan secara aktif untuk eksplorasi permasalahan.

Menggunakan model

Model matematika yang dikembangkan sendiri oleh siswa, dari matematika konkret menuju pengetahuan matematika tingkat formal.

Menggunakan kontribusi siswa

Kontribusi yang besar pada proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, artinya semua pikiran (konstruksi dan produksi) siswa yang berupa ide, variasi jawaban, atau variasi penyelesaian masalah harus diperhatikan. Kontribusi tersebut dapat memperbaiki atau memperluas kontruksi yang perlu dilakukan atau produksi yang perlu dihasilkan sehubungan dengan pemecahan masalah kontekstual.

Menggunakan interaktivitas

Mengoptimalkan proses pembelajaran melalui interaksi siswa dengan siswa lainnya, siswa dengan guru, dan siswa dengan sarana prasarana merupakan hal penting dalam pembelajaran matematika realistik. Interaksi yang terkait dengan argumentasi secara matematika, yaitu bagaimana siswa melakukan interaksi dengan negosiasi untuk memahami konsep-konsep matematika.

Terintegrasi dengan topik lainnya

Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, oleh karena itu keterkaitan dan keintegrasian antar topik (unit pelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna.

Prinsip Realistics Mathematics Education (RME)

Menurut Gravemeijer, tiga prinsip kunci Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME), yaitu:

Menyajikan sebuah permasalahan untuk menemukan konsep matematika

Menurut de Lange, dalam Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) ditekankan untuk mengidentifikasi aspek-aspek matematika dari masalah untuk penemuan, maksudnya siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses pembelajaran untuk menemukan suatu konsep matematika melalui masalah yang disajikan.

Proses matematisasi dimulai dari masalah kontekstual yang dari realitas kehidupan siswa setiap hari, sehingga proses ini merupakan aktivitas penting dalam Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) untuk pengembangan pengetahuan siswa. Dengan melakukan hal ini, siswa mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan masalah kontekstual dengan menggunakan bahasa informal. Kemudian, setelah siswa memiliki pengalaman dalam proses-proses yang serupa, bahasa informal akan berkembang menjadi lebih formal atau bahasa baku.

Mengangkat fenomena yang riil dan bermakna bagi siswa

Dalam pendekatan Realistics Mathematics Education (RME), prinsip ini menunjukkan bahwa dalam pengembangan desain pembelajaran perlu dihadirkan masalah kontekstual pada siswa yang diangkat dari fenomena yang riil dan bermakna bagi siswa agar dapat menstimulasi proses belajar.

Mengembangkan model 

Prinsip ini digunakan untuk menjembatani antara pengetahuan informal dan pengetahuan formal. Pada saat menyelesaikan masalah nyata (contextual problems) siswa mengembangkan model sendiri. Model ini selanjutnya menjadi dasar untuk pengembangan pengetahuan matematika formal siswa, sehingga tidak menutup kemungkinan siswa dapat mengembangkan model sendiri.

Agar proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) berjalan efektif, maka dibutuhkan peran serta media pembelajaran. Media pembelajaran memiliki kemampuan atau keterampilan yaitu:

  1. Membuat konkret konsep yang abstrak.
  2. Membawa obyek yang sukar didapat ke dalam lingkungan belajar.
  3. Menampilkan obyek yang terlalu besar.
  4. Menampilkan obyek yang tidak dapat diamati oleh mata telanjang.
  5. Memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan.
  6. Membangkitkan motivasi belajar.
  7. Memberi kesan perhatian untuk setiap individu.
  8. Memberi informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
  9. Menyajikan informasi belajar secara serempak, mengatasi batasan waktu atau ruang.
  10. Mengontrol arah maupun kecepatan belajar. 

Kelas yang pembelajarannya dengan menggunakan media yang beragam akan terlihat lebih hidup dari pada kelas dengan guru yang tidak menggunakan media apapun. Demikian dengan guru, guru yang kreatif dan inovatif akan selalu di dambakan kehadirannya oleh siswa, karena dalam pembelajarannya selalu menghadirkan suasana kelas yang baru, penuh inovasi dan kreativitas.

Hasil belajar siswa pada materi pecahan ini akan meningkat jika siswa memahami konsep pecahan yang dipelajari. Media yang digunakan dalam pembelajaran pecahan ini yaitu dengan menghadirkan benda-benda konkret sebagai awal konsep pemahaman mereka pada materi pecahan berupa kue dan coklat. Oleh karena itu, dengan hadirnya media pembelajaran menggunakan benda konkret ini akan memudahkan siswa memahami materi yang dipelajari serta mengajarkan siswa untuk melihat dan menemukan matematika dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan kata kerja operasional teori Taksonomi Bloom, bahwa siswa dikatakan bisa memahami materi pecahan sebagai awal konsep materi pecahan mereka yaitu siswa dapat menguraikan materi pecahan dengan cara mereka sendiri-sendiri sesuai dengan pemahaman mereka. Sehingga ketika siswa dihadapkan pada soal yang sama, mereka bisa mengerjakan dengan cara yang berbeda tetapi hasil akhir tetap pada jawaban yang sama sesuai pemahaman awal mereka sendiri.

Kelebihan dan Kelemahan Penerapan Realistics Mathematics Education (RME)

Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

  1. RME memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
  2. RME memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikontruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa.
  3. RME memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus sama antara orang yang satu dengan orang yang lain. Karena setiap orang dapat menemukan cara sendiri-sendiri dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut.

Pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

  1. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat yang dituntut RME tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih karena soal tersebut masing-masing harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
  2. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal juga merupakan tantangan tersendiri.
  3. Pemilihan alat-alat peraga harus cermat agar bisa membantu proses berfikir siswa sesuai dengan tuntutan RME.