Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hakikat dan Ciri-Ciri Kebahasaan Puisi

Puisi  adalah karya sastra yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif).Kata-kata betul-betul dipilih agar memiliki kekuatan pengucapan. Walaupun singkat atau padat, namun berkekuatan. Kata-kata yang digunakan berima dan memiliki makna konotatif atau bergaya figuratif(Waluyo, 2005,1).

Ciri-ciri kebahasaan puisi adalah sebagai berikut:

Aspek Lahiriah Puisi

1. Pemadatan Bahasa

Bahasa dipadatkan agar berkekuatan gaib. Jika dibaca kata-kata membentuk larik dan bait. Kata dan frasa memiliki makna yang lebih kuat dari pada kalimat biasa.

Contoh:
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
Mengingat kau penuh seluruh
Cayamu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

2. Pemilihan Kata Khas

Kata-kata yang dipilih penyair dipertimbangkan betul dari berbagai aspek dan efek pengucapannya. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan kata (diksi) dalam puisi adalah sebagai berikut:
a) Makna Kias
b) Lambang
c) Persamaan bunyi atau rima

Contoh:
Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku telah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi

3. Kata Konkret

Penyair ingin menggambarkan sesuatu secara konkret. Oleh karena itu, kata-kata diperkonkret. Bagi penyair mungkin dirasa lebih jelas, namun bagi pembaca kadang sulit ditafsirkan maknanya.

Contoh:
Burung dara jantan yang nakal
Yang sejak dulu kau piara
Kini terbang dan telah menemu jodohnya
Ia telah meninggalkan kandang  yang
Kaubuatkan
Dan tiada akan pulang
Buat selama-lamanya

4. Pengimajian

Penyair juga menciptakan pengimajian atau pencitraan dalam puisinya. Pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dianggap dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan penyair. Melalui pengimajian, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat(imaji visual), didengar(imajiauditif), atau dirasa (imaji taktil).

Contoh:
Dengan ketam kupanen terus kesabaran hatimu
Cangkulku iman dan sajadahku lumpur yang kental
Langit yang menguji ibadahku meneteskan cahaya redup
........................................................................................
Mendekatlah padaku dan dengarkan kasidah ikan-ikan
Kini hatiku kolam yang menyimpan kemurnianMu

5. Irama (ritme)

Irama atau ritme berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, atau frasa, dan kalimat. Dalam puisi lama  irama berupa pengulangan yang teratur suatu baris puisi yang menimbulkan gelombang yang menciptakan keindahan.Irama juga berarti pergantian keras-lembut, tinggi-rendah, atau panjang –pendek kata secara berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi.

Contoh:
Pagiki hilang/ sudah melayang
Hari mudaku/telah pergi
Kini petang/datang membayang
Batang usiaku/sudah tinggi

6. Tata Wajah (tipografi)

Dalam puisi mutakhir banyak ditulis puisi yang mementingkan tata wajah, bahkan penyair berusaha menciptakan puisi seperti gambar. Puisi semacam ini sering disebut puisi konkret karena tata wajahnya  membentuk gambar yang mewakili maksud tertentu.
Contoh:
Doktorandus Tikus I

Selusin toga
Me
Nga
Nga
Seratus tikus berkampus
Di atasnya
Dosen dijerat
Profesor diracun
Kucing
Kawin
Dan bunting
Dengan predikat
Sangat memuaskan

Aspek Batiniah Puisi

Di samping aspek di atas yang digolongkan sebagai aspek lahiriah, puisi juga terbangun atas aspek batiniah puisi, yakni:
a) Tema
b) Nada dan suasana
c) Perasaan dalam puisi
d) Amanat puisi

Tema, merupakan subject matter/ gagasan pokok yang dikemukakan oleh penulis puisi dalam karyanya. Tema yang dapat diangkat bisa ketuhanan, kemanusiaan,patriotisme, cinta tanah air, cinta kasih antara pria dan wanita, kerakyatan dan demokrasi,pendidikan dan budi pekerti, dll.

Nada dan suasana, nada mengungkapkansikap penyair terhadap pembaca, apakah menasihati, mengejek, menyindir, mengagumi, atau membesarkan hati.

Perasaan, rasa benci, suka, bangga, kecewa, dsb. Yang diungkapkan penulis dalam karyanya.

Amanat atau pesan , sesuatu yang disampaikan penulis kepada pembaca melalui karyanya, yang sering disebut pula dengan istilah nilai.

Menurut Kamus Istilah Sastra Dunia, nilai karya sastra meliputi lima hal, yakni nilai hedonik, artistik, kultural, etik-moral-religius, dan nilai praktis. Sedangkan menurut Prof. Dr. Raminah Baribin, suatu karya sastra bernilai seni tinggi apabila di dalamnya mengandung lima tingkatan pengalaman jiwa (niveau), yakni niveau anorganis, vegetatif, animal, human, dan religius/filosofis.