Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengoptimalkan Penggunaan Potensi Waktu untuk lebih bermanfaat

Waktu demi waktu yang sudah kita jalani. Jika mau jujur, tiap desah nafas adalah satu langkah menuju kubur. Perayaan ulang tahun, sebenarnya adalah perayaaan berkurangnya jatah umur kita.
Alangkah ruginya kita jikalau kita menjalani seesuatu yang begitu berharga lalu kita sia-siakan dia. Begitu urgennya masalah waktu, sampai ada yang mengatakan, « Jika engkau ingin tahu manusia yang paling bodoh lihatlah orang yang diberi modal dan modalnya dihamburkan sia-sia.. »

Tidak bisa kita pungkiri bahwa satu-satunya yang tidak bisa direm adalah waktu, Setiap orang punya jatah yang sama, 24 jam . Orang yang sukses dengan yang gagal, begitupun calon ahli surga dan calon ahli neraka, waktu yang diberikan mereka semua adalah sama. Yang jadi soal adalah bagaimana mengelola waktu agar menjadi manfaat di dunia dan akhirat ?

Karena itulah Allah SWT meletakkan waktu sebagai nilai yang menentukan timbangan kerugian dan keuntungan manusia dalam hidupnya seperti yang tercantum dalam surat Al ‘Ashr ayat 1-3 : "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar – benar berada dalam kerugian , kecuali orang –orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan saling menasehati dalam menaati kebenaran dan nasehat menasehati dalam menetapi kesabaran."

Surat Al’Ashr di atas memang laksana laut tak bertepi. Setiap kali kita mentadabburuinya , setiap itu pula kita menemukan makna-makna baru yang menuntut kesadaran baru yang lebih intens dalam soal waktu . Paling tidak , dari surat tersebut kita yakin bahwa setiap manusia hanya akan menghabiskan waktunya dalam kerugian, kecuali mereka yang memiliki kemampuan memanfaatkan waktu untuk empat perkara.

Pertama, orang yang pasti beruntung adalah orang yang setiap hari bertambah kekuatan iman dan keyakinannya terhadap kebenaran. Jadi, kalau orang bertabah usia tapi tidak mengerti hidup ini untuk apa dan diabdikan untuk siapa? Diatidak mengeerti iamn, maka hidupnya benar-benar sia-sia saja. Hidupnya hampa karena perbuatannya tidak dilandasi niat ibadah karena Allah.

Jadi ‘maaf-maaf” saja orang punya harta, gelar, pangkat, jabatan ,punya segala-galanya, tapi tidak punya iman, dia termasuk orang yang merugi. Bobot pahala tidak dihitung dari semua itu. Betapa kasihan, sudah sibuk luar biasa di dunia tapi ketika mati hanya jadi bangkai, lalu hanya dosa-dosanya saja yang akan dihitung.

Lantas bagaimana agar iman menjadi kuat? Pupuk penguat iman adalah ilmu. Jika kita tidak pernah mencari ilmu, maka sama saja dengan menanam pohon tanpa memupuknya. Lambat laun pohon itu akan layu, menguning, kering, dan mati.

Kedua, ciri orang yang beruntung adalah mereka yang dapat memanfaatkan setiap waktunya menjadi amal saleh. Kita tidak perlu dipusingkan dengan apa yang akan kita dapatkan, Karena pahala dan balasan dari setiap amal saleh tidak akan terukar.Tidak ada yang tertukar dari karunia dan balasan Allah. Yang harus kita pikirkan setiap waktu adalah bagaimana agar setiap detik waktu kita bisa jadi amal kebaikan ?

Oleh karena itu jangan panik dengan apa pun yang belum terjadi, jika telah kita isi setiap waktu kita dengan beramal, beramal, dan beramal. Buat diri kita bagaikan radar yang teramat sensitif ketika melihat ladang amal, Insya Allah kita akan beruntung. Jangan banyak berharap ini dan itu dari setiap amal yang kita perbuat, karena dengan sendirinya amal-amal itu akan mengundang keberkahan bagi diri kita sendiri.

Ketiga, ciri selanjutnya adalah orang mendakwahkan kebenaran. Orang itu beruntung kalau menjadi contoh kebaikan, sehingga setiap orang yang meniru kebaikan kita, kebaikan itu pahalanya mengalir juga untuknya. Semua manusia pasti mati.

Dan salah satu warisan yang seharusnya kita tinggalkan adalah nama baik hanya ada kalau hidup kita menjadai contoh kebaikan. Jangan sampai ketika kita mati, yang diceritakan orang lain tentang kita adalah kisah buram tentang koruptor, si maling uang rakyat, si sombong, si serakah, dan semacamnya.

Nabi Muhammad SAW merupakan contoh kebaikan. Sejak ribuan tahun yang lalu hingga detik ini, bahkan menjangkau jarak hingga ribuan kilometer, hanya kebaikan-kebaikannya yang banyak disebut orang. Subhanallah. Salah satu sebabnya adalah karena sebagai orang yang sangat terpelihara dari kesia-siaan . Sekecil apa pun perbuatannya, Rasullah SAW adalah sebuah kepribadian efektif yang penuh makna.

Maka, kalau kita ingin termasuk orang –orang yang beruntung , usahakanlah agar setiap waktu membuat diri kita bagaikan cahaya matahari . menerangi orang-orang yang berada dalam kegelapan. Menumbuhkan bibit-bibit kebaikan , menyegarkan batang –batang yang layu.

Karena itu, tempalah diri kita sedemikian rupa agar selalu menjadi jalan kebaikan bagi sebanyak mungkin hamba-hamba Allah . Tidak peduli agama apa pun, karena kita tercipta untuk menjadi .rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam . Hingga bagi binatang pun, kita harus menjadi rahmat Insya Allah.

Keempat, ciri terakhir orang itu yakin bahwa setiap waktu yang dia jalani akan banyak menghadapi cobaan-cobaan. Oleh karena itu hanya orang-orang yang punya kesabaran di dalam menegakkan kebenaran inilah yang beruntung . sebab jika tidak sabar , kita akan goyah , rontok , tidak menjadi contoh dan akhirnya kita tidak memperoleh apa pun di akhirat kelak.

Kekuatan pribadi untuk saling menasihati dalam kebenaran adalah bagian dari keberuntungan kita semua. Tanpa kesabaran ,mustahil kita akan mengenal Allah dengan baik . Akibatnya kita akan dilanda nestapa.Na’udzubillah

Orang yang cantik jelita maupun gagah rupawan serta memiliki jabatan dan kedudukan yang tinggi , tapi tidak mengenal Allah , tidak beramal saleh , dan pribadinya hanya menjadi contoh keburukan , maka hidupnya hanyalah kerugian. Karena sehebat apa pun topeng duniawi yang kita miliki hanya bersifat sementara

Semua yang gagah akan mati, semua yang punya jabatan , gelar, kekayaan, atau kedudukan , juga akan mati . masalahnya, apakah kematian itu khusnul khatimah atau su’ul khatimah? Semua itu pada akhirnya lebih bergantung dari bagaimana cara kita mengisi waktu demi waktu dalam hidup ini.

Waktu 24 jam sehari tidak bisa kita tambah . sekalipun kita beli jam tangan yang 36 jam( kalau saja ada), pasti tidak laku, karena waktu akan berjalan apa adanya. Dan kita tidak bisa mengeremnya. Idealnya setip waktu sudah ada jadwal kebaikannya sendiri-sendiri. Yang kerap membuat rusak urusan kita adalah karena kita salah mengisinya.

Untuk memanage waktu , yang paling penting adalah membuat peta dari apa yang akan kita lakukan . tanyakan pada diri kita : Apa yang wajib kita lakukan ? Apa yang sunah ? Dan apa yang mubah saja untuk diperbuat ? Contoh yang wajib ditunaikan adalah hak Allah , hak istirahat, dan hak makan, Selajutnya yang sunah sebut saja berolah raga. Dan yang mubah misalnya rekreasi atau menonton TV (yang acaranya bermanfaat). Kalau acaranya, tentu kita lebih tahu bagaimana menyikapinya.

Jadi kuncinya adalah petakan dulu potensi dan masalahnya, kemudian bekerjalah secara stabil dengan peta itu. Namun, tentu saja jangan cuma membuat perencanaan tanpa melatih kedisiplinan untuk menjalankannya.

Betapa banyak orang yang hanya membuat perencanaan. dan sebuah rencanan\ tidak perlu muluk-muluk. Si rencana itu sendiri harus proposional agar mudah menjalankannya.

Pelajar maupun mahasiswa juga berhak memiliki waktu istirahat. di sini, sebetulnya Allah sudah menyediakan jadwal shalat sebagai sarana untuk mendinginkan pikiran. membasuh anggota tubuh dengan air wudhu, lalu bersujud kepada Allah akan membuat hati menjadi tentram dan sirkulasi darah tentunya akan lebih baik.

Jika hati tentram ,walaupun badan lelah, maka diri kita akan menjadi tenang. apalah artinya, badan tenang namun hati lelah? Oleh karena itu ibadah yang bagus itu sebetulnya merupakan sebuah refreshing yang luar biasa.

Dengan demikian , marilah kita jadikan setiap detik begitu berarti sehingga cukup menjadi sarana untuk memacu peningkatan kualitas dan pemahaman kita terhadap kebenaran. Sehingga iman kita semakin menebal, amal kita semakin produktif, kualitas akhlak meningkat dan kesadaran kita menjadi teladan dalam menetapi kebenaran ini.

Sehingga panjang-pendek umur kita menjadi sangat berarti, sebagaimana sabda Rasullah SAW: Sebaik-baik manusia adalah orang yang diberi panjang umurnya dan baik amalannya. Dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi umur yang panjang dan jelek amalannya ( HR Ahmad ).