Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hal-Hal Kecil yang bisa Dilakukan untuk Menjaga Stabilitas Keuangan saat Pandemi

Pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas terkait tengah memperkuat sinergi kebijakan agar stabilitas ekonomi nasional tetap terjaga dan momentum pertumbuhan ekonomi tetap berlanjut. Salah satunya melalui kebijakan makroprudensial BI.
Kebijakan makroprudensial BI difokuskan pada upaya menjaga SSK dengan mengantisipasi potensi peningkatan risiko pada sektor keuangan yang terdampak penyebaran Covid-19.

Secara sederhana, SSK adalah menyalurkan uang dari pihak yang mempunyai kelebihan kepada pihak yang kekurangan, dengan meminimalisir risiko di setiap mata rantainya, sehingga terjadi perputaran uang yang berkelanjutan dan stabil.

Sejatinya SSK bukan hanya tanggung jawab institusi tertentu saja, tujuan itu akan secara efektif terwujud jika kita semua terlibat aktif dalam mewujudkannya.

Tentu tak satupun dari kita yang menginginkan krisis kembali terjadi di Indonesia. Terlebih di saat pandemi, yang akan membuat kondisi sulit menjadi semakin rumit.

Kita bisa melakukan hal-hal kecil yang bisa dimulai dari diri sendiri untuk menjaga stabilitas keuangan secara pribadi, sekaligus sebagai bentuk partisipasi kita dalam mewujudkan SSK yang dicanangkan pemerintah.

Lantas hal kecil apa saja yang bisa kita lakukan untuk mewujudkannya?

1. Berhemat

Dalam berhemat dibutuhkan kemampuan untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Fokuskan berbelanja untuk kebutuhan dasar, seperti bahan makanan sehari-hari. Coret kebutuhan yang tidak terlalu mendesak dalam daftar belanja.

Dengan membedakan kebutuhan dan keinginan, kita akan terhindar dari sikap boros. Sehingga dapat menjaga daya beli kita lebih lama lagi, karena kita tidak pernah tahu sampai kapan situasi sulit ini berakhir.

Membeli barang subtitusi dengan harga yang lebih murah atau memanfaatkan diskon (cashback) di e-commerce juga bisa menjadi solusi untuk menekan pengeluaran.

Dengan berhemat maka kita bisa menempatkan angsuran KPR, kredit kendaraan bermotor, atau angsuran lainnya sebagai prioritas utama, sehingga dapat mengurangi risiko gagal bayar.

Begitu halnya bagi pemiliki kartu kredit, meskipun BI mengeluarkan kebijakan penurunan suku bunga, pastikan mengatur pengeluaran tetap di batas aman. Social distancing bukan alasan untuk bertransaksi melibihi limit atau kemampuan.

Bertransaksi dalam batas aman merupakan salah satu cara agar terhindar dari kredit macet, yang mana kredit macet selanjutnya juga berpengaruh pada instansi bank.

Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk). Bilamana hal itu terjadi secara serempak, akan berpotensi terjadinya krisis ekonomi yang kita semua tidak inginkan.

2. Bijaksana dalam berbelanja

Perilaku panic buying dipicu oleh faktor psikologis atas tidak diterimanya informasi yang menyeluruh oleh masyarakat, sehingga dapat menimbulkan kecemasan.

Akibatnya akan muncul reaksi belanja besar-besaran sebagai mekanisme penyelamatan diri dan di saat yang sama akan memicu kepanikan massal. Hingga kelangkaan dan kenaikan harga tidak terhindarkan.

Dengan berbelanja seperlunya, kita telah berperan serta dalam menjaga barang kebutuhan agar tetap bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Bijaksana dalam berbelanja juga bisa diterapkan dengan mengupayakan transaksi cashless atau melalui e-commerce, sekaligus mematuhi physical distancing. Umumnya barang yang dijual di e-commerce lebih murah, yang selanjutnya dapat menekan inflasi.

Menimbun barang untuk mencari keuntungan bukan pilihan yang bijaksana dalam situasi sulit. Terlebih jika menyangkut bahan pokok sebagai kebutuhan dasar masyarakat.

Karena dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19 tidak mungkin dilakukan seorang diri. Pun tidak diperlukan sikap egois untuk mengeruk keuntungan di atas penderitaan orang lain.

3. Jangan ragu alih profesi

Pandemi memaksa kita menerima fakta bahwa kita tidak bisa bekerja seperti sedia kala. Atau bahkan banyak diantaranya terkena PHK. Keadaan itu memaksa kita untuk memutar otak agar tetap bisa memenuhi kebutuhan.

Awalnya kita bekerja untuk meningkatkan kualitas hidup, namun dengan semakin merebaknya Covid-19, seketika tujuan itupun berubah menjadi mekanisme untuk bertahan hidup.

Diberhentikan dari sebuah pekerjaan bukanlah akhir segalanya, karena setiap orang mempunyai potensi untuk tetap produktif di luar pekerjaan yang sebelumnya pernah digeluti.

Sebagai contoh, menjual atau memproduksi APD--seperti masker--merupakan solusi yang efektif. Mengingat APD adalah komoditas yang paling dicari di tengah pandemi, siapapun membutuhkannya. Menjual kebutuhan pokok sistem online dengan layanan pesan-antar juga bisa menjadi pilihan, karena setiap hari pasti dibutuhkan.

Bagi yang memiliki keahlian menulis, fotografi atau mendesain, banyak situs freelance yang menawarkan imbal jasa menarik yang bisa menambah pendapatan kita di tengah pandemi.

Dengan beralih profesi maka akan membuat kita tetap produktif, selanjutnya akan memperbesar peluang lahirnya pengusaha UMKM baru. Sehingga semakin menguatkan perekenonomian negara.

4. Membeli produk dalam negeri (Produk UMKM)

UMKM merupakan sektor yang memiliki kontribusi sebesar 60,3% dari produk domestik bruto (PDB), dan menyerap tenaga kerja lebih dari 97% dari total lapangan kerja.

Sektor UMKM adalah penyelamat krisis ekonomi 1998. Oleh karena itu pemerintah memberikan stimulus khusus untuk sektor UMKM agar tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya, sehingga krisis ekonomi dan PHK massal dapat dicegah.

Dengan membeli produk dalam negeri khususnya produk UMKM, kita telah menjaga sistem perputaran uang mereka terus berjalan. Selanjutnya akan menekan impor dan mengurangi risiko inflasi. Sekaligus membantu pemerintah dalam mewujudkan sistem stabilitas keuangan yang kokoh.

Produk-produk UMKM dikenal karena harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan produk non-UMKM sejenis. Dimana hal itu sejalan dengan prinsip berhemat dan bijaksana dalam berbelanja sebagaimana telah dipaparkan di atas.

5. Menghindari penarikan besar-besaran (Rush)

Data Bank Indonesia menunjukkan sektor perbankan menguasai sekitar 79% dari total aset seluruh industri keuangan (Statistik Perbankan Indonesia 2009). Alhasil, kegagalan sistem perbankan akan sangat berdampak pada perekonomian nasional.

Bank dapat menjalankan kegiatan operasionalnya karena adanya kepercayaan dari masyarakat yang mempercayakan uangnya untuk dikelola.

Menjadi penting sebagai nasabah untuk tetap menaruh kepercayaan kepada instansi bank, bahwa mereka akan mengelola uang kita dengan baik. Sehingga keinginan untuk melakukan rush bisa dihindari.

Rush tidak hanya berdampak negatif pada instansi perbankan, namun juga pada nasabah itu sendiri. Alih-alih menghindari kerugian, malah justru dapat merugikan para nasabah yang melakukan penarikan simpanan berjangka. Jika deposito tersebut belum jatuh tempo, maka akan dikenai penalti.

Perlu diketahui, kegagalan bank sebagai instansi keuangan sedikit banyak akan memberikan efek domino pada terjadinya krisis ekonomi. Sehingga akan berdampak secara langsung pada sektor riil akibat kenaikan harga.

Dan yang akan pertama kali merasakan dampaknya sudah pasti adalah lapisan masyarakat bawah. Menghindari rush merupakan langkah yang cerdas sekaligus bijaksana demi kebaikan bersama.

Jangan lupa untuk selalu berpikiran positif agar mampu melihat solusi dengan lebih jernih. Pikiran yang positif juga dapat meningkatkan sistem imun sekaligus mengurangi risiko kecemasan.

Hal-hal kecil yang kita lakukan selain mampu menjaga stabilitas keuangan kita secara pribadi, juga akan membantu pemerintah dalam mewujudkan SSK yang tangguh melawan gejolak ekonomi di tengah pandemi.

Tidak diperlukan hal besar hanya untuk membuat perubahan, karena hal-hal kecil yang bisa kita mulai dari diri sendiri akan berdampak sangat besar!